Minggu, 15 Maret 2009

UU BHP dan Nasib Pendidikan Indonesia

Dalam pemahaman akan bentuk negara kita berdasarkan dasar negara dan UUD-45 sudah seharusnya bahwa pendidikan di Indonesia menjadi tugas negara yang memiliki nilai sangat strategis bagi pembangunan bangsa ke depan yang harus dilindungi dan didukung sepenuhnya oleh negara. Dalam pengertian dilindungi dan didukung sepenuhnya oleh negara adalah bentuk lama dari perguruan tinggi di Indonesia dimana di perguruan tinggi tetap bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat yang memenuhi syarat dan bukannya hanya bagi yang mempunyai uang ataupun dengan alasan subsidi silang sekalipun. Sebab dengan alasan tersebut secara tidak langsung apapun alasan untuk melepas perlindungan dan dukungan negara terhadap perguruan tinggi (dalam bentuk dana yang berdampak langsung terhadap rakyat Indonesia yang ingin menempuh ilmu di perguruan tinggi) sudah bertentangan dengan amanat dan tuntutan konstitusional. Dalam hal ini strategi terhadap pendidikan Indonesia harus sesuai dengan jiwa konstitusional (dasar negara dan UUD-45).

Tantangan global dan kemandirian badan pendidikan

Dalam pemahaman akan tantangan global serta kemandirian badan pendidikan dengan adanya perubahan dalam sistem pendanaan melalui UU-BHP justru melupakan salah satu faktor penting dalam pemahaman akan tantangan Global serta kemandirian tersebut. Dalam pemahaman akan tantangan global yang dimaksud adalah untuk meningkatkan jumlah rakyat Indonesia yang berpendidikan perguruan tinggi untuk bisa bersaing dalam dunia akademis dan dunia profesional secara global. Untuk itu justru negara justru berbeban untuk menambah quota kursi di perguruan tinggi serta mendukung rakyat untuk menempuh pendidikan tinggi, yang akan berakibat meningkatnya jumlah lulusan perguruan tinggi yang berkualitas secara significant (bandingkan jumlah penduduk dan jumlah lulusan perguruan tinggi). Sedangkan dalam kemandirian badan pendidikan justru yang dibutuhkan adalah lepasnya campur tangan oknum negara dalam penentuan jabatan dan fungsi dalam dunia pendidikan tinggi, dan peningkatan kemandirian perguruan tinggi untuk menjalankan amanat pendidikan nasional dengan dukungan dan perlindungan dari negara yang bisa dipertanggung jawabkan akuntabilitasnya utk publik dan negara.

Jika yang dimaksudkan tentang tantangan global dan kemandirian adalah bentuk perguruan tinggi di luar negeri, maka yang saya pertanyakan adalah kebijaksanaan lokal negara yang melupakan faktor-faktor penting mengenai jumlah penduduk, jumlah lulusan perguruan tinggi yang sama sekali tidak sebanding dengan situasi di luar negeri. Belum lagi jumlah dana pendidikan mereka serta pengalaman dan akses serta fasilitas yang mereka miliki. Seringkali negara memang melakukan studi banding dengan bentuk badan pendidikan di luar negeri, tetapi mereka melupakan fakta-fakta sejarah yang penting mengapa badan-badan pendidikan di luar negeri bisa menjadi seperti itu, badan-badan pendidikan di luar negeri sudah mempunyai pengalaman ratusan tahun lebih tua dan merekapun sudah pernah di dukung sepenuhnya oleh negara masing-masing ratusan tahun lamanya sebelum akhirnya mereka bisa menjadi badan pendidikan yang mandiri secara dana dan organisasi pendidikan, sejalan dengan situasi negara masing-masing. Jadi jika yang dijadikan alasan adalah untuk bersaing dengan dunia pendidikan global maka alasan tersebut sama sekali tidak masuk akal.

Ancaman bagi dunia pendidikan Indonesia

Adapun ancaman yang paling penting bagi bangsa Indonesia adalah ancaman terhadap dunia pendidikan Indonesia. Jika dilihat dari pemahaman adanya UU-BHP ini serta akibatnya secara tidak langsung bagi rakyat Indonesia, maka yang terjadi adalah menurunkan peranan negara dalam dunia pendidikan (bertentangan dengan amanat konstitusi), menurunkan akses masyarakat tidak mampu terhadap dunia perguruan tinggi, walaupun mereka mampu untuk belajar di perguruan tinggi (jika dahulu ada 100 kursi di perguruan tinggi untuk 100 mahasiswa yang berhak masuk sesuai dengan kemampuan, maka sekarang perguruan tinggi berubah menjadi badan usaha yang mencari pemasukan untuk menutup biaya operasional yang ada sehingga 100 kursi yang ada akan di berikan kepada yang mampu membayar), menurunkan akses masyarakat ke perguruan tinggi yang berakibat melemahnya manusia Indonesia di persaingan global sebab negara bisa bersaing karena memiliki manusia-manusia yang berpendidikan (belum lagi jika diperbandingkan antara jumlah akademis dengan jumlah rakyat kita, jika diluar negeri hampir 30 - 40% rakyatnya sudah bergelar S1 dan mayoritas lulus SMU), bahkan dengan adanya kebebasan bagi pendanaan perguruan tinggi yang terbuka melalui sistem ekonomi global maka justru kemandirian dunia pendidikan Indonesia hanya bergantung pemilik modal semata (bahkan pemilik modal luar negeri) sehingga yang terjadi adalah bentuk imperialisme baru melalui sistem kapitalisme yang dari dahulu sudah di tentang oleh para pendiri bangsa ini (founding fathers kita), belum lagi ancaman hilangnya ciri khas pendidikan Indonesia yang mempunyai muatan adat-istiadat, moral yang religius.

bahkan dalam gerakan perjuangan bangsa Indonesia para pilar-pilar negara serta founding fathers kita justru menekankan pendidikan sebagai ujung tombak pembangunan negara kita yang harus dilindungi dan harus didukung oleh negara.


"Rakyat kita diperlakukan dan dibiarkan dungu. terserah pada kita untuk merubah keadaan itu dan memperbaikinya. Sekolah-sekolah rakyat yang pertama-tama harus kita selengarakan; di tempat-tempat itu pemuda-pemuda Indonesia di bawah bimbingan orang ahli berkumpul hampir setiap hari....... Pendidikan terutama sekali harus menyadarkan pemuda bahwa tujuan hidupnya adalah kemerdekaan Tanah Air. Dengan cara demikian kita memupuk warga negara yang cakap, yang siap berjuang untuk hadiah yang tertinggi bagi Tanah Air kita."

nb: perguruan tinggi yang dimaksudkan di titik beratkan kepada perguruan tinggi negeri

sumber: http://www.artikel-indonesia.co.cc/2009/02/uu-bhp-dan-nasib-pendidikan-indonesia.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar