Rabu, 04 Maret 2009

Kurikulum untuk anak usia dini, perlukah?

Anak-anak usia dini hidup dalam dunia bermain. Meskipun demikian,tak ada salahnya jika orang tua memiliki rancangan bahan atau materi untuk mengisi hari-hari mereka. Hal yang pasti, kurikulum untuk anak usia dini haruslah sangat fleksibel, sesuai dengan kemampuan dan minat anak.

Kelas-kelas pra-sekolah seperti Play Group (PG) atau Taman Kanak-Kanak (TK) pasti memiliki kurikulum dan target-target, namun karena tuntutan aturan formal, mau tidak mau guru akan menilai perkembangan anak secara kasar, berdasarkan akumulasi kemampuan yang dikuasai anak selama kurun waktu tertentu. Jelas penilaian itu tidak valid, karena ketika guru memasuki kurikulum mewarnai misalnya, beberapa anak mungkin belum siap dengan fase itu. Mereka mungkin menolak untuk melakukannya atau hanya membubuhkan satu coretan pendek di kertasnya, karena dia memang belum berminat.

Di sinilah peran orang tua sangat dibutuhkan. Tak peduli apakah anak-anak masuk TK ataupun tidak, tugas orang tua-lah untuk memahami anak-anaknya dengan baik, sehingga tahu kapan harus memperkenalkan sebuah keterampilan, kapan harus menundanya, kapan harus memacunya lebih kencang, dan bagaimana membuat anak menjadi tertarik untuk mempelajari sesuatu tanpa harus dipaksa oleh waktu dan penilaian pihak lain.

Pendidikan sungguh jauh melampaui batas-batas nilai kuantitatif seperti diterapkan di sekolah. Pendidikan adalah rangkaian proses belajar untuk menjadi manusia yang terus tumbuh, baik secara fisik, mental, maupun spiritual.

Menyusun kurikulum untuk anak usia dini berarti siap mengikuti irama mereka dan siap untuk melangkah lebih jauh saat mereka berminat untuk tahu lebih banyak. Ketika anak-anak diperkenalkan tentang kuda misalnya, bisa jadi rasa ingin tahu mereka berkembang, ingin tahu tentang makanannya, di mana tidurnya, dan mungkin ingin mencoba menaikinya dan mengoleksi gambar-gambarnya.

Adapun secara terstruktur, ada banyak model kurikulum anak usia dini yang telah dikembangkan di dunia. Kurikulum Montessori adalah salah satu di antaranya. Model ini cocok bagi mereka yang senang dengan keteraturan dan mengharapkan anak-anak juga bersikap teratur dan runut.

Temuan tentang multi kecerdasan oleh Howard Gardner juga bisa menginspirasi kita untuk menyusun kurikulum. Delapan bahkan sembilan jenis kecerdasan versi Gardner, yaitu: kecerdasan bahasa, logika-matematika, visual-spasial, fisik, interpersonal, intrapersonal, musikal, natural, dan spiritual bisa dijadikan acuan untuk memilih ragam kegiatan belajar-bermain di rumah.

Buku yang ditulis Thomas Amstrong berjudul Sekolah Para Juara mencoba menjabarkan konsep multi kecerdasan tersebut dalam konteks sekolah formal untuk anak-anak yang lebih besar. Namun bukan tidak mungkin hal itu bisa menginspirasi para orang tua yang memiliki anak usia dini untuk menerapkan jalan pikiran Amstrong ke dalam konteks belajar anak usia dini di rumah.


sumber: http://www.pustakanilna.com/kurikulum-untuk-anak-usia-dini-perlukah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar