Sabtu, 16 Mei 2009

'Homeschooling', Model Belajar Berbasis Keluarga

Kehadiran anak dalam keluarga menjadi sebuah penyempurnaan kebahagiaan setiap pasangan. Ia adalah inspirasi baru yang menjadi charger rasa cinta dan sayang serta merupakan antivirus yang menguatkan kekebalan pasangan suami-istri terhadap serangan-serangan dari luar dan tambahan energi untuk menjalani hari-hari yang penuh persaingan.
Pada kelanjutannya memiliki anak mendatangkan konsekuensi dan risiko yang amat besar dan kompleks di antaranya mendidiknya. Pendidikan merupakan kebutuhan pokok dalam kehidupan sehari-hari ibarat makan dan minum. Kita tidak akan berhenti dan tidak boleh berkata lelah untuk menjalaninya.
Kini terdapat banyak pilihan dan alternatif dalam mendidik anak untuk mengeksplorasi dan mengembangkan potensi dan kompetensinya. Di antaranya homschooling. Di Indonesia, homeschooling akhir-akhir ini sering menjadi pembicaraan orang.
Seminar dan workshop yang bertema homeschooling banyak digelar di kota-kota besar. Makin banyak public figure memilih homeschooling untuk memenuhi kebutuhan studi mereka ikut memompa pamor homeschooling.
Beberapa selebriti muda atau para orang tua yang tidak memiliki waktu luang banyak, memutuskan anaknya keluar dari sekolah dan meneruskan atau beralih ke homeschooling. Misalnya Yayah, mantan guru SDIT Jakarta (Sekolah Dasar Islam Terpadu), Ikhsan (juara Indonesian Idol 3) dan Maia Estianty (istri A. Dhani yang kini sedang mengalami gonjang-ganjing dalam rumah tangganya dari grup band Dewa). Proses ini memberikan kebebasan kepada anak untuk belajar dan berbuat. Hal itu sejalan dengan pengertian homeschooling itu sendiri.
Apakah 'Homeschooling'?
Homeschooling jika diartikan dalam bahasa Indonesia berarti sekolah rumah. Menurut Yulaelawati, Direktur Pendidikan Kesetaraan Depdiknas, homeschooling adalah proses layanan pendidikan secara sadar, teratur, dan terarah yang dilakukan orang tua atau keluarga di mana proses belajar dilaksanakan kondusif.
Secara etimologis, homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah. Hakikatnya homescholling adalah sebuah sekolah alternatif yang menempatkan anak-anak sebagai subjek dengan pendekatan pendidikan secara at home.
Homeschooling merupakan salah satu model belajar. Sistem homeschooling, jam pelajaran bersifat fleksibel. Menurut Karl. M. Bunday dalam tulisannya Learn in Freedom dalam Homeschooling, tidak berarti anak-anak bisa belajar semaunya, tetapi anak-anak harus dilatih bertanggung jawab terhadap pilihan-pilihannya.
Dalam sistem pendidikan Indonesia, homeschooling adalah legal. Keberadaannya memiliki dasar hukum yang jelas dalam UUD 1945 maupun dalam UU No. 20/2003 mengenai Sisdiknas. Sekolah adalah jalur pendidikan formal sedangkan homeschooling adalah jalur pendidikan informal.
Seorang siswa yang mengikuti homeschooling dapat melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi manapun jika menghendakinya. Kesadaran untuk menjadikan pendidikan memadai sebagai prioritas hidup sebenarnya sudah didukung aturan hukum yang kuat.
Menurut Dr. Seto Mulyadi, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (KNPA), homeschooling memiliki keunggulan karena bimbingan dan layanan pengajaran dilaku-kan secara individual. Proses pembelajaran lebih bermakna karena dapat disesuaikan dengan kesiapan anak dan orang tua.
Secara prinsipil, homeschooling adalah konsep pendidikan pilihan yang diselenggarakan orang tua. Proses belajar-mengajar diupayakan berlangsung dalam kehidupan keluarga maupun masyarakat dan berlangsung dalam suasana kondusif dengan tujuan agar setiap potensi anak yang unik dapat berkembang maksimal. Hal ini sesuai dengan prinsip pendidikan, menurut Ki Hajar Dewantara, yaitu "Pendidikan menjadikan manusia merdeka batin, pikiran, dan tenaga".
Pembelajaran pada homeschooling®MDBU¯ hendaknya menyesuaikan dengan standar kompetensi yang telah ditentukan Depdiknas. Hal ini dilakukan agar sejalan dengan pertumbuhan dan kemampuan anak, di samping dapat diikutkan dalam evaluasi dan ujian yang diselenggarakan secara nasional.
Standar kompetensi menjadi panduan yang harus dimiliki seorang anak pada kelas tertentu. Anak kelas VI SD atau yang setara misalnya, minimal harus menguasai pelajaran matematika sampai batas tertentu pula. Menurut Seto, standar kompetensi dapat diperoleh di Diknas yang ada di daerah masing-masing.
Evaluasi bagi anak yag mengikuti homeschooling dapat dilakukan dengan mengikutkan mereka pada ujian paket A yang setara dengan SD atau paket B yang setara dengan SMP. Evaluasi juga bisa dilakukan dengan menginduk pada sekolah formal yang ada untuk proses evaluasi.
Lebih lanjut Kak Seto mengatakan harusnya hal ini bisa dilakukan karena sekolah rumah bukan sekolah liar. Homeschooling sesuai dengan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Mengapa 'Homeschooling'?
Dalam UUD Pasal 28 C Ayat (1) bahwa setiap orang berhak mengembangkan melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia. UU HAM 1999 Pasal 12 dikemukakan setiap orang berhak atas perlindungan bagi pengembangan pribadinya, untuk memperoleh pendidikan, mencerdaskan dirinya..., sesuai dengan hak asasi manusia.
Mencermati kedua hal tersebut, terdapat benang merah yang mencolok, yakni pendidikan sebagai atribut untuk meningkatkan kualitas hidup dan hak setiap orang. Artinya, jika sistem pendidikan konvensional belum memberi kepuasan terhadap keinginan seseorang untuk memperoleh pengetahuan, dia berhak sepenuhnya untuk menempuh proses pendidikan sesuai dengan kebutuhannya. Homeschooling sebagai salah satu alternatif pendidikan memberikan peluang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan diri memilih akses terbaik untuk memenuhi "kehausan" mereka terhadap materi pendidikan.
Memilih homeschooling merupakan bentuk ide atau bisa juga kritik terhadap ketidakefektifan dan ketidakefisienan sebagian besar proses belajar di sekolah formal. Orang tua atau masyarakat yang kritis akan tidak nyaman jika anak-anak mereka didik dengan cara konvensional, padahal mereka memiliki pilihan untuk mentransfer ilmu dengan cara baru.
Selain itu orang tua akan merasa tidak sreg ketika potensi anak-anak mereka terpasung formalitas sekolah. Mereka harus duduk manis sepanjang hari sampai sepanjang tahun, sedangkan para guru menerangkan teori di depan kelas dengan otoritas penuh.
Hal yang mendorong pembelajaran seperti ini adalah adanya sebagian masyarakat yang tidak puas dengan sistem pendidikan di Indonesia. Ketidakpuasan inilah yang memicu beberapa orang tua memilih homeschooling sebagai model belajar bagi anak-anak mereka.
Keuntungan 'Homeschooling'
Setiap manusia yang lahir ke bumi dilengkapi dengan berbagai kompetensi dan potensi. Kompetensi dan potensi tersebut dapat dikembangkan melalui jalur pendidikan dan pembelajaran. Salah satu alternatif proses pendidikan dan pembelajaran yang memberikan peluang seluas-luasnya kepada peserta didik untuk mengembangkan kompetensi dan potensi adalah homeschooling. Homeschooling sebagai bentuk dan pola pendidikan dan pembelajaran memberikan keuntungan yang holistis dalam proses pengembangannya. Keuntungan-keuntungan tersebut, yaitu (1) interaksi orang tua dengan anak lebih intensif, (2) anak menguasai kompetensi yang dikembangkan, (3) kegiatan dan waktu belajar menjadi lebih luwes, (4) kesempatan bersosialisasi lebih meluas, (5) belajar dari pengalaman, dan (6) pengawasan lebih efektif.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar